The Design Methods
Metode desain jarang di temui di sebuah karya arsitektur. Design method biasanya disampaikan secara implisit oleh seorang arsitek. Design method bertujuan untuk mengefisiensikan proses desain dengan mempertimbangkan langkah-langkah yang harus diambil dan permintaan-permintaan yang harus diterima. Secara garis besar, design method memiliki 3 tujuan yaitu:
1.
Design
method menghindari resiko bagi seorang arsitek agar tidak kembali ke proses
desain yang kurang menguntungkan. Proses
perulangan kembali ke titik sebelumnya dapat membuang-buang waktu.
2.
Sebagai kerangka perjanjian di dalam sebuah
project team. Dengan adanya design method, setiap anggota di dalam project akan
dapat mengetahui porsi pekerjaan setiap anggota yang lain.
3.
Design method sebagai kerangka referensi ketika
arsitek atau tim desain mengerjakan tugas atau spesialisasi mereka
masing-masing.
Di dalam buku Basics Design Methods dijelaskan bahwa metode
desain yang terbaik untuk semua jenis bangunan. Metode desain disesuaikan
dengan karakter dari setiap arsitek. Namun metode desain memberikan kebebasan
kepada arsitek untuk bereksplorasi. Metode desain memaksa fokus namun tidak
membatasi arsitek dalam menyelesaikan masalah.
Metode desain yang dapat dipakai oleh seorang arsitek tidak
hanya terpaku pada satu atau beberapa konsep saja. Keberagaman metode desain
bahkan dapat dijumpai pada setiap karya arsitektural. Menurut Henri H. Achten,
sebuah eksperimental proses desain dalam karya arsitektur dapat dikategorikan
ke dalam beberapa langkah, yaitu:
1.
Analisis Dalam proses ini, arsitek melakukan
penelitian pada masalah, mencoba untuk menemukan karakteristik yang dapat
digunakan untuk menciptakan solusi. Mencari kelemahan dan potensi dari masalah
yang ada.
2.
Sintesis Menciptakan solusi desain. Menghasilkan
pemikiran-pemikiran dan mengembangkannya menjadi solusi. Mengintegrasikan semua
aspek ke dalam suatu kesatuan solusi desain.
3.
Simulasi Menyelidiki tingkah laku yang terjadi
akibat dari solusi yang diberikan.
4.
Evaluasi Menilai solusi desain dan memutuskan
kesesuaian desain solusi dengan membandingkan hasil eksperimen dengan
persyaratan.
5.
Keputusan (decision) Menentukan apakah solusi
desain itu tepat atau tidak, apakah solusi desain itu akan dilanjutkan, atau
apakah keseluruhan solusi desain itu telah selesai.
DESIGN METHODS PRECEDENT
OSLO OPERA HOUSE – SHONETTA
Langkah pertama pada proses desain Oslo Opera House ini
adalah dengan meninjau lokasi, geografi, iklim dan program bangunan hingga
latar belakang ideologis, organisasi dan faktor—faktor politik serta kerangka
ekonomi-sosial. Lingkungan, sosial, budaya, dan hal-hal kecil lain diselidiki
untuk menemukan respon yang sesuai untuk menciptakan Opera House ini.
Berdasarkan langkah penyelidikan tersebut, tiga konsep
desain dipilih dan digunakan untuk menciptakan desain final. Konsep-konsep itu
dibuat berdasarkan analogi dari dinding bergelombang, pabrik, dan karpet yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa arsitektur.Ketiga analogi tersebut
digunakan untuk menentukan aspek-aspek yang berbeda pada bangunan. Dinding
bergelombang digunakan untuk meyebutkan ambang diantara seni dan public.
Pabrik digunakan untuk mempertimbangkan pembuatan dari opera
itu sendiri, sementara karpen menjadi sebuah alat untuk menyebutkan peran dari
Opera House sebagai katalisator antara kehidupan public dengan kota. Merujuk
pada buku Basics Design Method, paparan tersebut menunjukkan bahwa bangunan ini
menggunakan metode desain Contextualism dimana bangunan ini merespon keadaan
lingkungan sekitar.
MEMORIAL TO THE MURDERED JEWS OF EUROPE – PETER EISENMAN
Memorial to the Murdered jews of Europe atau sering juga
disebut dengan Holocaust Memorial. Monumen ini diciptakan untuk mengenang masa
kelam kaum Yahudi ketika Hitler berkuasa di Jerman. Eisenman ingin menciptakan
suasana mencekam kala itu.
Kemudian ia melakukan observasi mengenai tragedi-tragedi
yang terjadi saat itu. Perasaan yang ingin ia tampilkan adalah ketidaknyamanan,
suasana penuh kebingungan. Solusi desain yang ia tawarkan adalah dengan membuat
sculpture yang mengingatkan pengamat pada konsep tradisional memorial (makam)
yaitu dengan mengaplikasikan geometri balok. Monumen ini menggambarkan
kesunyian, keputusasaan, dan ketakutan.
Metode desain yang digunakan oleh Peter Eisenman untuk
menciptakan memorial ini adalah design research. Design research memungkinkan
seorang arsitek untuk mengeksplorasi bentuk formal bangunan sebagai solusi
utama desain. Gubahan bentuk yang ia lakukan didasarkan pada sintaksis dan
pemrograman Di dalam metode ini, sejarah sangat mempengaruhi tipologi bangunan.
Konfigurasi dari memorial di dalam karya Eisenman merupakan contoh penggunaan
metode Space Syntax.
THE PROGRAM
Menurut Cherry (1999), pembuatan program arsitektur(architectural programming) adalah proses penelitian dan pembuatan keputusan
terkait permasalahan yang harus diselesaikan melalui rancangan. Pena and
Parshall (2012) berpendapat bahwa pembuatan program arsitekturadalah pencarian
masalah (problem seeking). Sementara Duerk (1993) menyatakan bahwa pembuatan
program arsitektur adalah proses pengumpulan informasi, analisis, dan pembuatan
rekomendasi untuk keberhasilan rancangan. Salah satu hal yang dianalisis
kebutuhannya yatu aktifitas yang merujuk pada kebutuhan ruang.
Ruang dimulai dari titik, kemudian titik tersebut membentuk
garis, dan garis tersebut membentuk bidang, hingga akhirnya bidang tersebut
menjadi ruang (Ching, Francis D.K, 1979). Dengan demikian, secara visual,
pengertian ruang di sini mengandung suatu dimensi yakni panjang, lebar, dan tinggi.
Pengertian ruang yang berkaitan langsung dengan disiplin ilmu arsitektur adalah
suatu area yang secara fisik dibatasi oleh tiga elemen pembatas yaitu lantai,
dinding, dan langit-langit (Ashihara, 1983).
Program aktivitas pada arsitektur eksperimental seakan
menampilkan alternatf dari hal-hal konvensional yang selama ini ada teruatama
pada batas ruang itu sendiri. Untuk aktivitasnya sendiri, tidak terkungkung
berdasarkan jenis ruangan dan furnitur yang ada di dalamnya. Pengguna dituntut
menjadi lebih aktif untuk dapat mendefinisikan dan memaknai ruang apakah itu.
Sehingga arsitektur eksperimental tidak terbatas pada batas ruangan yang
memyekat aktivitas manusia.
Hal in idibuktikan dengan berbagai contoh bangunan masa
lampau yang memisahkan nama-nama ruang berdasrkan aktifitas didalamnya,
contohnya ruang makan. Ruang makan dapat dipahami keberadaannya dari adanya
furnitur di dalamnya seperti meja makan dan kursi, dibatasi oleh didang
horisontal serta dinding yang terlihat.
PROGRAM PRECEDENT
THE LIGHT PAVILION - LEBBEUS WOODS & CHRISTOPH A. KUMPUSCH.
The Light Pavilion ini adalah satu-satunya rancangan dari
Lebbeus Woods yang terbangun. The light Pavilion merupakan salah satu dari tiga
instalasi di Sliced Porosity di Chengdu, Cina. Instalasi ini berada di tengah
struktur sebuah gedung tepatnya pada lantai 7-11.
Bentuknya terlihat dari lilitan antara cahaya dan geometri.
Materialnya yaitu kolom baja yang meliu-liuk dan kaca. Terdapat tangga yang
berada di tengah-tengah kolom acak ini. “The Light Pavillion is designed to be
an experimental space.
That is, one that given us the opportunity to experience a type of
space we haven’t experienced before.”
Kumpusch menjelaskan bahwa pavilion ini dirancang menjadi
sebuah experimental space yang memberi kita kesempatan untuk merasakan hal baru
dari definisi ‘ruang’ yang tidak pernah dibayangakn sebelumnya. Sehingga kita
mampu mengembangkan scope dan kedalaman pengalaman kita mengenai space itu
sendiri. Penggunaan material cermin pada paviliun memberikan kesan seolah
ruangannya menjadi tak terbatas. Pengunjung bebas untuk meksplorasi potensi
pengaaman yang tersembnunyi pada tiap ruang peralihan.
WENDY - HOLLWICH KUSHNER
Wendy adlah sebuah instalasi yang memenangkan MoMA PS1
Young Architects Program pada 2012 lalu. Kompetisi ini adalah sebuah event
tahunan yang memberikan kesempatan pada arsitek baru untuk membangun instalasi
di Long Island City, Queens. Konsep utama Wendy adalah mengangkat isu
lingkungan yaitu dengan terbuat dari kain nylon yang diperlakukan dengan inovasi
dari titania nanoparticle spray untuk menetralisir polutan udara.
Instalasi ini membersihkan udara dengan selubungnya
yang mampu mengambil setara dengan 260 mobil di jalan. Sebagai sebuah
instalasi, Wendy juga memiliki aktifitas didalamnya.
“Visitors will be able to climb up inside the huge
structure, while those outside run the risk of being squirted by a water cannon
hidden inside one of its arms.”
Di sisi lain
Wendy memunculkan alternatif baru tentang batasnya.
“Wendy’s
boundary is defined by tools like shade, wind, rain, music, and visual identity
to reach past the confines of physical limits.”
Batas Wendy sebagai ruang tidak lagi pada sebuah
dinding masif, batas tersebut juga bisa berasal dari bayangan, percikan air
yang dikeluarkan, musik, dll sehingga tidak terbatas pada batas fisik.
“Spiky arms
made of the nylon fabric mentioned above will reach out with micro-programs
like blasts of cool air, music, water cannons and mists to create social zones
throughout the courtyard.”
Ujung-ujung runcing pada instalasi ini selain
berfungsi untuk mengambil polutan di udara juga untuk menghasilkan hembusan
udara dingin, musik, water cannons dan kabut untuk menciptakan zona sosial di
sepanjang halaman. Wendy adalah sebuah eksperimen yang mengetest sejauh mana
batas dari arsitektur yang dapat diperluas unu menghasilkan ecological dan
sosial effect. Wendy yang berupa instalasi bukan hanya menghasilkan ruang,
namun juga berdampak lingkungan.
Comments
Post a Comment